Rabu, 10 Februari 2016

MEWUJUDKAN PENDIDIKAN BERKARAKTER



FAUZAN NU’MAN
SMKN 2 GARUT

RINGKASAN
Essai ini akan menjelaskan paparan penulis tentang keterkaitan antara UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan melaksanakan wajib organisasi atau ekstrakulikuler di setiap sekolah, yang merupakan usaha sadar dan terencana yang dilaksanakan pemerintah untuk memberikan pembekalan dan motivasi yang lebih dalam mengembangkan potensi siswa agar lebih kritis untuk menjadikan siswa sebagai komponen penggerak dalam perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia. Selain itu, Penulis juga memberikan penjelasan supaya pemerintah melaksanakan pemerataan sistem pendidikan karena pemerintah telah menyalahi tujuan UU No. 20 Tahun 2003 antara SMA dan SMK yang terjadi ketimpangan sistem pendidikan, seperti di SMA mempelajari Fisika selama 6 Semester tetapi di SMK hanya 2 semester saja karena difokuskan untuk bekerja. Tetapi, secara tidak langsung siswa SMK pun dituntut untuk melanjutkan ke perguruan tinggi karena fasilitas di SMK tidak semuanya kumplit sehingga menghambat siswa untuk kompeten dibidangnya. Masalah yang akan terjadi adalah siswa SMK akan tergeser oleh siswa SMA yang notabene lebih difokuskan dan siap untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Diikuti juga oleh tuntutan zaman yang membuat persaingan lebih tinggi sehingga jika kita tidak mempertinggi kualitas diri maka akan terkalahkan oleh bangsa lain. Inilah yang ditakuti oleh semua bangsa dalam perkembangan zaman, untuk menghadapinya maka kita harus Mewujudkan Pendidikan Berkarakter.

ISI ESSAY

Dengan Berpedoman pada UU No.20 Tahun 2003 yang oleh penulis susun tiga pikiran utamanya yaitu (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Pedagog asal Jerman, FW Foester (1869 – 1966), dia mencetuskan pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis spiritual. Tujuan pendidikan bagi Foester adalah pembentukan karakter. Karakter adalah sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter jadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah kualitas pribadi diukur. Dengan penjelasan tadi, maka dapat kita simpulkan bahwa “Pendidikan menjadi pembentukan dan perkembangan karakter”. Kemudian apa yang kurang dari pendidikan di Indonesia? Penulis akan menjawab pertanyaan itu dengan point masalah yang akan penulis kembangkan, yaitu Pendidikan di Indonesia menjadikan manusia sebagai komponen pendukung dan sistem pendidikan antara SMA dan SMK yang tidak merata.

Masalah yang pertama yaitu Pendidikan di Indonesia menjadikan manusia sebagai komponen pendukung. Maksudnya pendidikan di Indonesia saat ini kebanyakan berjalan dengan menjadikan masyarakatnya hanya menjadi komponen pelengkap dalam kemajuan dunia. Banyak diantara kita yang tidak mempunyai motivasi lebih untuk menjadi komponen penggerak atau pelopor dalam perkembangan dan kemajuan bangsa diantara banyak bidang yang berkembang. Penyebabnya karena pendidikan kita berjalan dengan tidak seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dengan belajar yang merasa (afektif). Kemudian akan terjadi disintegrasi, karena belajar tidak hanya berpikir tetapi dalam belajar seseorang akan melakukan kegiatan lain seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, mengkritisi dan sebagainya. Jika belajar tidak seimbang dampaknya lembaga pendidikan akan menghasilkan “manusia robot” dengan kualitas tertentu sesuai tuntutan pasar, dan kenyataan ini justru disambut dengan antusias oleh banyak pihak terutama lembaga pendidikan. Ini bukanlah hakikat manusia yang sebenarnya sebagai makhluk hidup paling mulia di muka bumi ini. Lembaga pendidikan seharusnya mewujudkan tujuan dari pendidikan, yaitu pembentukan karakter. Dengan tujuan penulis membuat essai ini untuk memberi pesan dari penulis agar point mewujudkan pendidikan berkarakter tersampaikan, penulis memberikan solusi agar dalam pendidikan di Indonesia menerapkan wajib organisasi atau ekstrakulikuler untuk menyeimbangkan proses pendidikan antara belajar yang berpikir (kognitif) dengan belajar yang merasa (afektif). Dengan mengikuti kegiatan-kegiatan sekolah, siswa akan dilatih dan dididik soft skill, diberikan motivasi lebih, kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis dan nantinya akan lebih siap untuk menghadapi kehidupan nyata setelah lulus sekolah. Ini semua sudah dibuktikan oleh orang-orang sukses yang ternyata tidak terlepas dari organisasi dan ekstrakulikuler pada masa proses pendidikannya. Kemudian tuntutan dunia kerja pada abad ini yang diminta adalah kemampuan untuk bekerja sama, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan untuk mengarahkan diri, berpikir kritis, menguasai teknologi serta mampu berkomunikasi dengan efektif. Tentunya ini sangat berbanding lurus dengan yang akan siswa dapatkan ketika mengikuti organisasi atau ekstrakulikuler. Maka sudah tidak diragukan lagi bahwa wajib organisasi atau ekstrakulikuler adalah solusi yang tepat untuk menjadikan masyarakat kita sebagai masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.

Selanjutnya masalah sistem pendidikan, penulis akan lebih berfokus pada pemerataan sistem pendidikan antara SMA dan SMK agar tujuan penulis dapat terlaksana dan efektif. Visi SMK adalah menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja yang terampil, produktif untuk dapat mengisi lowongan kerja yang ada dan mampu menciptakan lapangan kerja. Sedangkan Visi SMA adalah meningkatkan pengetahuan siswa untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi yaitu bersaing mendapatkan perguruan tinggi favorit. Sehingga dari visi tersebut pasti akan mempengaruhi cara sekolah mendidik siswanya. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, Pendidikan diharapkan dapat mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk kemajuan dirinya juga bangsa dan negara. Maka Pemerintah sudah seharusnya menyusun sistem pendidikan yang membuat semua peserta didik dapat dengan mudah mengembangkan potensi dirinya. Siswa SMA dan SMK diberikan materi yang timpang tetapi test dan materi di perguruan tinggi lebih mengacu pada materi SMA, kendati siswa SMK mempunyai kelebihan dalam bidang jurusannya tetapi siswa SMK akan lebih kesulitan dalam mengimbangi materi di perguruan tinggi dan secara tidak langsung pemerintah sudah memberatkan peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya dengan melanjutkan belajar di perguruan tinggi. Penulis mencontohkan dengan materi Fisika yang dipelajari SMA selama 6 semester, tetapi di SMK hanya 2 semester saja. Tentunya ketimpangan ini sangat jauh. Apalagi ditambah dengan persoalan SMK yang tidak semua sekolah dapat memenuhi kebutuhan jurusannya seperti kebutuhan praktek dan guru yang kompeten di bidangnya. Ini menuntut siswa SMK untuk mengembangkan potensi dirinya dengan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Ini juga sejalan dengan program pemerintah dengan diberlakukannya UKT (Uang Kuliah Tunggal) dengan harapan memperingan beban semua peserta didik untuk dapat melanjutkan kuliah khususnya di PTN.

Dengan persoalan yang telah penulis jelaskan tentang pemerataan sistem pendidikan, penulis mempunyai solusi agar pemerintah meratakan materi yang diberikan kepada SMK dan SMA agar mempunyai kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Seperti halnya MA yang berfokus pada keagamaan tetapi tetap menyesuaikan pelajaran umumnya, jadi jika SMA memiliki mata pelajaran yang detail dan ekstrakulikuler yang banyak maka SMK memiliki mata pelajaran yang detail dan jurusan yang banyak pula. Inilah pemerataan sistem pendidikan. Hasilnya ketika siswa SMK melanjutkan ke perguruan tinggi, mereka pun tidak akan mengalami kesulitan untuk mengimbangi pelajaran yang didapatkan di perguruan tinggi, bahkan dapat bersaing dengan siswa SMA yang mana lebih difokuskan untuk kuliah.

Maka dari itu, penulis mengharapkan dengan dilaksanakannya wajib organisasi atau ekstrakulikuler dibarengi dengan dilaksanakannya pemerataan sistem pendidikan antara SMA dan SMK, dapat mewujudkan generasi Indonesia emas serta berkarakter dari sekarang dan tahun - tahun selanjutnya, mari Mewujudkan Pendidikan Berkarakter.

LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
-          UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar