Senin, 11 November 2013


Mulla Sadra
         
 Nama lengkap Mulla Sadra adalah Sadr al-Din Muhammad Ibnu Ibrahim Ibnu Yahya al-Qawami ash-Shirazi. Ia dikenal pula dengan nama Sadr al-Muta’allihin . Mulla lahir pada tahun 1571 M di Shiraz, Iran, dari keluarga terpandang. Ayahnya, Ibrahim bin Yahya al-Qawami ash-Shirazi, adalah seorang intelektual yang pernah memiliki kekuasaan yang istimewa di kota Shiraz. Tak heran, Mulla mendapat pendidikan yang terbaik sejak kecil.
            Dengan kecerdasannya, Mulla menguasai beragam ilmu, seperti bahasa Arab dan Persia. Ilmu Al-Qur’an dan hadis, dalam waktu singkat. Namun, ia tidak merasa puas. Mulla kemudian meninggalkan kota kelahirannya menuju Isfahan. Di sana, ia menjadi murid Syekh Baha al Din al Amili atau biasa juga disebut Syekh Baha’i. Ia dikenal sebagai teolog, sufi, ahli hokum, filosof, dan penyair. Pada periode yang sama, Mulla juga mendapat bimbingan dari Sayid Muhammad Baqir Astrabadi atau yang lebih dikenal dengan nama Mir Damad, seorang ilmuwan.
            Pada suatu waktu Mulla mendapat masalah dari beberapa orang intelektual yang tidak setuju dengan sebuah doktrinnya. Mereka pun menekan Mulla sehingga ia merasa tidak nyaman. Mulla lalu memilih meninggalkan Isfahan menuju desa Kahak. Di tempat ini, ia hidup menyendiri. Pada masa ini, Mulla menghasilkan sebuah karya yang berjudul al-Hikmah al-Muta’aliyah fial-Asfar al-Aqliyah al-Arba’ah (Empat Perjalanan Intelektual). Karya ini berisi pemahaman Mulla terhadap keberadaan Allah SWT.Melalui al-Hikmah al-Muta’aliyah fial-Asfar al-Aqliyah al-Arba’ah, Mulla dianggap sebagai filosof yang berhasil membangkitkan gairah filsafat pada masa itu. Bagi Mulla, filsafat adalah ilmu pengetahuan tinggi yang memiliki asal-usul ketuhanan karena berasal dari para nabi.
            Selain menulis, Mulla juga membangunsebuah lembaga pendidikan. Di tempat itu, ia menjadi guru dari sejumlah murid yang berasal dari berbagai wilayah. Mulla pun mendidik para calon penerus filsafat itu. Sebuah kontribusi yang sangat penting bagi perkembangan filsafat selanjutnya. Semasa hidupnya, Mulla menghasilkan beberapa karya monumental, seperti al-Hikmah al-Muta’aliyah fial-Asfar al-Aqliyah al-Arba’ah, asy-Syawahid ar-Rububiyyah fi al-Manahij al-Sulukiyah, dan al-Mabda wa al-Ma’ad, sebuah karya metafisika. Asy-Syawahid ar-Rububiyyah di al-Manahij as-Sulukiyyah dianggap sebagai ringkasan dari al-Hikmah al-Muta’aliyah. Selain itu, Mulla juga telah menunaikan ibadah haji sebanyak tujuh kali. Perjalanan hajinya ditempuh dengan berjalan kaki. Mulla Sadra mengembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1640 M di Basrah.

Mulla Sadra
         
 Nama lengkap Mulla Sadra adalah Sadr al-Din Muhammad Ibnu Ibrahim Ibnu Yahya al-Qawami ash-Shirazi. Ia dikenal pula dengan nama Sadr al-Muta’allihin . Mulla lahir pada tahun 1571 M di Shiraz, Iran, dari keluarga terpandang. Ayahnya, Ibrahim bin Yahya al-Qawami ash-Shirazi, adalah seorang intelektual yang pernah memiliki kekuasaan yang istimewa di kota Shiraz. Tak heran, Mulla mendapat pendidikan yang terbaik sejak kecil.
            Dengan kecerdasannya, Mulla menguasai beragam ilmu, seperti bahasa Arab dan Persia. Ilmu Al-Qur’an dan hadis, dalam waktu singkat. Namun, ia tidak merasa puas. Mulla kemudian meninggalkan kota kelahirannya menuju Isfahan. Di sana, ia menjadi murid Syekh Baha al Din al Amili atau biasa juga disebut Syekh Baha’i. Ia dikenal sebagai teolog, sufi, ahli hokum, filosof, dan penyair. Pada periode yang sama, Mulla juga mendapat bimbingan dari Sayid Muhammad Baqir Astrabadi atau yang lebih dikenal dengan nama Mir Damad, seorang ilmuwan.
            Pada suatu waktu Mulla mendapat masalah dari beberapa orang intelektual yang tidak setuju dengan sebuah doktrinnya. Mereka pun menekan Mulla sehingga ia merasa tidak nyaman. Mulla lalu memilih meninggalkan Isfahan menuju desa Kahak. Di tempat ini, ia hidup menyendiri. Pada masa ini, Mulla menghasilkan sebuah karya yang berjudul al-Hikmah al-Muta’aliyah fial-Asfar al-Aqliyah al-Arba’ah (Empat Perjalanan Intelektual). Karya ini berisi pemahaman Mulla terhadap keberadaan Allah SWT.Melalui al-Hikmah al-Muta’aliyah fial-Asfar al-Aqliyah al-Arba’ah, Mulla dianggap sebagai filosof yang berhasil membangkitkan gairah filsafat pada masa itu. Bagi Mulla, filsafat adalah ilmu pengetahuan tinggi yang memiliki asal-usul ketuhanan karena berasal dari para nabi.
            Selain menulis, Mulla juga membangunsebuah lembaga pendidikan. Di tempat itu, ia menjadi guru dari sejumlah murid yang berasal dari berbagai wilayah. Mulla pun mendidik para calon penerus filsafat itu. Sebuah kontribusi yang sangat penting bagi perkembangan filsafat selanjutnya. Semasa hidupnya, Mulla menghasilkan beberapa karya monumental, seperti al-Hikmah al-Muta’aliyah fial-Asfar al-Aqliyah al-Arba’ah, asy-Syawahid ar-Rububiyyah fi al-Manahij al-Sulukiyah, dan al-Mabda wa al-Ma’ad, sebuah karya metafisika. Asy-Syawahid ar-Rububiyyah di al-Manahij as-Sulukiyyah dianggap sebagai ringkasan dari al-Hikmah al-Muta’aliyah. Selain itu, Mulla juga telah menunaikan ibadah haji sebanyak tujuh kali. Perjalanan hajinya ditempuh dengan berjalan kaki. Mulla Sadra mengembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1640 M di Basrah.

Mulla Sadra
         
 Nama lengkap Mulla Sadra adalah Sadr al-Din Muhammad Ibnu Ibrahim Ibnu Yahya al-Qawami ash-Shirazi. Ia dikenal pula dengan nama Sadr al-Muta’allihin . Mulla lahir pada tahun 1571 M di Shiraz, Iran, dari keluarga terpandang. Ayahnya, Ibrahim bin Yahya al-Qawami ash-Shirazi, adalah seorang intelektual yang pernah memiliki kekuasaan yang istimewa di kota Shiraz. Tak heran, Mulla mendapat pendidikan yang terbaik sejak kecil.
            Dengan kecerdasannya, Mulla menguasai beragam ilmu, seperti bahasa Arab dan Persia. Ilmu Al-Qur’an dan hadis, dalam waktu singkat. Namun, ia tidak merasa puas. Mulla kemudian meninggalkan kota kelahirannya menuju Isfahan. Di sana, ia menjadi murid Syekh Baha al Din al Amili atau biasa juga disebut Syekh Baha’i. Ia dikenal sebagai teolog, sufi, ahli hokum, filosof, dan penyair. Pada periode yang sama, Mulla juga mendapat bimbingan dari Sayid Muhammad Baqir Astrabadi atau yang lebih dikenal dengan nama Mir Damad, seorang ilmuwan.
            Pada suatu waktu Mulla mendapat masalah dari beberapa orang intelektual yang tidak setuju dengan sebuah doktrinnya. Mereka pun menekan Mulla sehingga ia merasa tidak nyaman. Mulla lalu memilih meninggalkan Isfahan menuju desa Kahak. Di tempat ini, ia hidup menyendiri. Pada masa ini, Mulla menghasilkan sebuah karya yang berjudul al-Hikmah al-Muta’aliyah fial-Asfar al-Aqliyah al-Arba’ah (Empat Perjalanan Intelektual). Karya ini berisi pemahaman Mulla terhadap keberadaan Allah SWT.Melalui al-Hikmah al-Muta’aliyah fial-Asfar al-Aqliyah al-Arba’ah, Mulla dianggap sebagai filosof yang berhasil membangkitkan gairah filsafat pada masa itu. Bagi Mulla, filsafat adalah ilmu pengetahuan tinggi yang memiliki asal-usul ketuhanan karena berasal dari para nabi.
            Selain menulis, Mulla juga membangunsebuah lembaga pendidikan. Di tempat itu, ia menjadi guru dari sejumlah murid yang berasal dari berbagai wilayah. Mulla pun mendidik para calon penerus filsafat itu. Sebuah kontribusi yang sangat penting bagi perkembangan filsafat selanjutnya. Semasa hidupnya, Mulla menghasilkan beberapa karya monumental, seperti al-Hikmah al-Muta’aliyah fial-Asfar al-Aqliyah al-Arba’ah, asy-Syawahid ar-Rububiyyah fi al-Manahij al-Sulukiyah, dan al-Mabda wa al-Ma’ad, sebuah karya metafisika. Asy-Syawahid ar-Rububiyyah di al-Manahij as-Sulukiyyah dianggap sebagai ringkasan dari al-Hikmah al-Muta’aliyah. Selain itu, Mulla juga telah menunaikan ibadah haji sebanyak tujuh kali. Perjalanan hajinya ditempuh dengan berjalan kaki. Mulla Sadra mengembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1640 M di Basrah.

Mulla Sadra
         
 Nama lengkap Mulla Sadra adalah Sadr al-Din Muhammad Ibnu Ibrahim Ibnu Yahya al-Qawami ash-Shirazi. Ia dikenal pula dengan nama Sadr al-Muta’allihin . Mulla lahir pada tahun 1571 M di Shiraz, Iran, dari keluarga terpandang. Ayahnya, Ibrahim bin Yahya al-Qawami ash-Shirazi, adalah seorang intelektual yang pernah memiliki kekuasaan yang istimewa di kota Shiraz. Tak heran, Mulla mendapat pendidikan yang terbaik sejak kecil.
            Dengan kecerdasannya, Mulla menguasai beragam ilmu, seperti bahasa Arab dan Persia. Ilmu Al-Qur’an dan hadis, dalam waktu singkat. Namun, ia tidak merasa puas. Mulla kemudian meninggalkan kota kelahirannya menuju Isfahan. Di sana, ia menjadi murid Syekh Baha al Din al Amili atau biasa juga disebut Syekh Baha’i. Ia dikenal sebagai teolog, sufi, ahli hokum, filosof, dan penyair. Pada periode yang sama, Mulla juga mendapat bimbingan dari Sayid Muhammad Baqir Astrabadi atau yang lebih dikenal dengan nama Mir Damad, seorang ilmuwan.
            Pada suatu waktu Mulla mendapat masalah dari beberapa orang intelektual yang tidak setuju dengan sebuah doktrinnya. Mereka pun menekan Mulla sehingga ia merasa tidak nyaman. Mulla lalu memilih meninggalkan Isfahan menuju desa Kahak. Di tempat ini, ia hidup menyendiri. Pada masa ini, Mulla menghasilkan sebuah karya yang berjudul al-Hikmah al-Muta’aliyah fial-Asfar al-Aqliyah al-Arba’ah (Empat Perjalanan Intelektual). Karya ini berisi pemahaman Mulla terhadap keberadaan Allah SWT.Melalui al-Hikmah al-Muta’aliyah fial-Asfar al-Aqliyah al-Arba’ah, Mulla dianggap sebagai filosof yang berhasil membangkitkan gairah filsafat pada masa itu. Bagi Mulla, filsafat adalah ilmu pengetahuan tinggi yang memiliki asal-usul ketuhanan karena berasal dari para nabi.
            Selain menulis, Mulla juga membangunsebuah lembaga pendidikan. Di tempat itu, ia menjadi guru dari sejumlah murid yang berasal dari berbagai wilayah. Mulla pun mendidik para calon penerus filsafat itu. Sebuah kontribusi yang sangat penting bagi perkembangan filsafat selanjutnya. Semasa hidupnya, Mulla menghasilkan beberapa karya monumental, seperti al-Hikmah al-Muta’aliyah fial-Asfar al-Aqliyah al-Arba’ah, asy-Syawahid ar-Rububiyyah fi al-Manahij al-Sulukiyah, dan al-Mabda wa al-Ma’ad, sebuah karya metafisika. Asy-Syawahid ar-Rububiyyah di al-Manahij as-Sulukiyyah dianggap sebagai ringkasan dari al-Hikmah al-Muta’aliyah. Selain itu, Mulla juga telah menunaikan ibadah haji sebanyak tujuh kali. Perjalanan hajinya ditempuh dengan berjalan kaki. Mulla Sadra mengembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1640 M di Basrah.