FAUZAN NU’MAN
SMKN 2 GARUT
RINGKASAN
Essai ini akan
menjelaskan paparan penulis tentang keterkaitan antara UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan melaksanakan wajib organisasi atau
ekstrakulikuler di setiap sekolah, yang merupakan usaha sadar dan terencana
yang dilaksanakan pemerintah untuk memberikan pembekalan dan motivasi yang
lebih dalam mengembangkan potensi siswa agar lebih kritis untuk menjadikan
siswa sebagai komponen penggerak dalam perkembangan dan kemajuan bangsa
Indonesia. Selain itu, Penulis juga memberikan penjelasan supaya pemerintah
melaksanakan pemerataan sistem pendidikan karena pemerintah telah menyalahi
tujuan UU No. 20 Tahun 2003 antara SMA dan SMK yang terjadi ketimpangan
sistem pendidikan, seperti di SMA mempelajari Fisika selama 6 Semester tetapi
di SMK hanya 2 semester saja karena difokuskan
untuk bekerja. Tetapi, secara tidak langsung siswa SMK pun dituntut untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi karena fasilitas di SMK tidak semuanya kumplit
sehingga menghambat siswa untuk kompeten dibidangnya. Masalah yang akan terjadi
adalah siswa SMK akan tergeser oleh siswa SMA yang notabene lebih difokuskan
dan siap untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Diikuti juga oleh tuntutan
zaman yang membuat persaingan lebih tinggi sehingga jika kita tidak
mempertinggi kualitas diri maka akan terkalahkan oleh bangsa lain. Inilah yang
ditakuti oleh semua bangsa dalam perkembangan zaman, untuk menghadapinya maka
kita harus Mewujudkan Pendidikan Berkarakter.
ISI
ESSAY
Dengan Berpedoman
pada UU No.20 Tahun 2003 yang oleh penulis susun tiga pikiran utamanya
yaitu (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Pedagog asal Jerman, FW
Foester (1869 – 1966), dia mencetuskan pendidikan karakter yang menekankan
dimensi etis spiritual. Tujuan pendidikan bagi Foester adalah pembentukan
karakter. Karakter adalah sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter
jadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari
kematangan karakter inilah kualitas pribadi diukur. Dengan penjelasan tadi,
maka dapat kita simpulkan bahwa “Pendidikan menjadi pembentukan dan perkembangan
karakter”. Kemudian apa yang kurang dari pendidikan di Indonesia? Penulis
akan menjawab pertanyaan itu dengan point masalah yang akan penulis kembangkan,
yaitu Pendidikan di Indonesia menjadikan manusia sebagai komponen pendukung
dan sistem pendidikan antara SMA dan SMK yang tidak merata.
Masalah yang
pertama yaitu Pendidikan di Indonesia menjadikan manusia sebagai komponen
pendukung. Maksudnya pendidikan di Indonesia saat ini kebanyakan berjalan
dengan menjadikan masyarakatnya hanya menjadi komponen pelengkap dalam kemajuan
dunia. Banyak diantara kita yang tidak mempunyai motivasi lebih untuk menjadi
komponen penggerak atau pelopor dalam perkembangan dan kemajuan bangsa diantara
banyak bidang yang berkembang. Penyebabnya karena pendidikan kita berjalan
dengan tidak seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dengan
belajar yang merasa (afektif). Kemudian akan terjadi disintegrasi,
karena belajar tidak hanya berpikir tetapi dalam belajar seseorang akan
melakukan kegiatan lain seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai,
mengkritisi dan sebagainya. Jika belajar tidak seimbang dampaknya lembaga
pendidikan akan menghasilkan “manusia robot” dengan kualitas tertentu
sesuai tuntutan pasar, dan kenyataan ini justru disambut dengan antusias oleh
banyak pihak terutama lembaga pendidikan. Ini bukanlah hakikat manusia yang
sebenarnya sebagai makhluk hidup paling mulia di muka bumi ini. Lembaga
pendidikan seharusnya mewujudkan tujuan dari pendidikan, yaitu pembentukan karakter.
Dengan tujuan penulis membuat essai ini untuk memberi pesan dari penulis agar point mewujudkan pendidikan berkarakter
tersampaikan, penulis memberikan solusi agar dalam pendidikan di Indonesia
menerapkan wajib organisasi atau ekstrakulikuler untuk menyeimbangkan proses pendidikan
antara belajar yang berpikir (kognitif) dengan belajar yang merasa (afektif).
Dengan mengikuti kegiatan-kegiatan sekolah, siswa akan dilatih dan dididik soft
skill, diberikan motivasi lebih, kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis
dan nantinya akan lebih siap untuk menghadapi kehidupan nyata setelah lulus
sekolah. Ini semua sudah dibuktikan oleh orang-orang sukses yang ternyata tidak
terlepas dari organisasi dan ekstrakulikuler pada masa proses pendidikannya. Kemudian
tuntutan dunia kerja pada abad ini yang diminta adalah kemampuan untuk bekerja
sama, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan untuk mengarahkan diri, berpikir
kritis, menguasai teknologi serta mampu berkomunikasi dengan efektif. Tentunya
ini sangat berbanding lurus dengan yang akan siswa dapatkan ketika mengikuti
organisasi atau ekstrakulikuler. Maka sudah tidak diragukan lagi bahwa wajib
organisasi atau ekstrakulikuler adalah solusi yang tepat untuk menjadikan
masyarakat kita sebagai masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.
Selanjutnya
masalah sistem pendidikan, penulis akan lebih berfokus pada pemerataan sistem
pendidikan antara SMA dan SMK agar tujuan penulis dapat terlaksana dan efektif. Visi SMK adalah menyiapkan
siswa menjadi tenaga kerja yang terampil, produktif untuk dapat mengisi
lowongan kerja yang ada dan mampu menciptakan lapangan kerja. Sedangkan Visi
SMA adalah meningkatkan pengetahuan siswa untuk mengembangkan diri sejalan
dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta untuk melanjutkan pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi yaitu bersaing mendapatkan perguruan tinggi favorit.
Sehingga dari visi tersebut pasti akan mempengaruhi cara sekolah mendidik
siswanya. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, Pendidikan diharapkan dapat
mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk kemajuan dirinya juga bangsa dan negara. Maka Pemerintah
sudah seharusnya menyusun sistem pendidikan yang membuat semua peserta didik
dapat dengan mudah mengembangkan potensi dirinya. Siswa SMA dan SMK diberikan
materi yang timpang tetapi test dan materi di perguruan tinggi lebih mengacu
pada materi SMA, kendati siswa SMK mempunyai kelebihan dalam bidang jurusannya
tetapi siswa SMK akan lebih kesulitan dalam mengimbangi materi di perguruan
tinggi dan secara tidak langsung pemerintah sudah memberatkan peserta didik
untuk mengembangkan potensi dirinya dengan melanjutkan belajar di perguruan
tinggi. Penulis mencontohkan dengan materi Fisika yang dipelajari SMA selama 6
semester, tetapi di SMK hanya 2 semester saja. Tentunya ketimpangan ini sangat
jauh. Apalagi ditambah dengan persoalan SMK yang tidak semua sekolah dapat
memenuhi kebutuhan jurusannya seperti kebutuhan praktek dan guru yang kompeten
di bidangnya. Ini menuntut siswa SMK untuk mengembangkan potensi dirinya dengan
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Ini juga sejalan dengan program
pemerintah dengan diberlakukannya UKT (Uang Kuliah Tunggal) dengan
harapan memperingan beban semua peserta didik untuk dapat melanjutkan kuliah khususnya di PTN.
Dengan persoalan
yang telah penulis jelaskan tentang pemerataan sistem pendidikan, penulis
mempunyai solusi agar pemerintah meratakan materi yang diberikan kepada SMK dan
SMA agar mempunyai kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi. Seperti halnya MA
yang berfokus pada keagamaan tetapi tetap menyesuaikan pelajaran umumnya, jadi
jika
SMA memiliki mata pelajaran yang detail dan ekstrakulikuler yang banyak maka
SMK memiliki mata pelajaran yang detail dan jurusan yang banyak pula. Inilah
pemerataan sistem pendidikan. Hasilnya ketika siswa SMK melanjutkan ke
perguruan tinggi, mereka pun tidak akan mengalami kesulitan untuk mengimbangi
pelajaran yang didapatkan di perguruan tinggi, bahkan dapat bersaing dengan
siswa SMA yang mana lebih difokuskan untuk kuliah.
Maka dari itu, penulis mengharapkan dengan dilaksanakannya wajib
organisasi atau ekstrakulikuler dibarengi dengan dilaksanakannya pemerataan
sistem pendidikan antara SMA dan SMK, dapat mewujudkan generasi Indonesia
emas serta berkarakter dari sekarang dan tahun - tahun selanjutnya, mari Mewujudkan
Pendidikan Berkarakter.
LAMPIRAN
DAFTAR
PUSTAKA
-
UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional