Rabu, 10 Februari 2016

MEWUJUDKAN PENDIDIKAN BERKARAKTER



FAUZAN NU’MAN
SMKN 2 GARUT

RINGKASAN
Essai ini akan menjelaskan paparan penulis tentang keterkaitan antara UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan melaksanakan wajib organisasi atau ekstrakulikuler di setiap sekolah, yang merupakan usaha sadar dan terencana yang dilaksanakan pemerintah untuk memberikan pembekalan dan motivasi yang lebih dalam mengembangkan potensi siswa agar lebih kritis untuk menjadikan siswa sebagai komponen penggerak dalam perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia. Selain itu, Penulis juga memberikan penjelasan supaya pemerintah melaksanakan pemerataan sistem pendidikan karena pemerintah telah menyalahi tujuan UU No. 20 Tahun 2003 antara SMA dan SMK yang terjadi ketimpangan sistem pendidikan, seperti di SMA mempelajari Fisika selama 6 Semester tetapi di SMK hanya 2 semester saja karena difokuskan untuk bekerja. Tetapi, secara tidak langsung siswa SMK pun dituntut untuk melanjutkan ke perguruan tinggi karena fasilitas di SMK tidak semuanya kumplit sehingga menghambat siswa untuk kompeten dibidangnya. Masalah yang akan terjadi adalah siswa SMK akan tergeser oleh siswa SMA yang notabene lebih difokuskan dan siap untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Diikuti juga oleh tuntutan zaman yang membuat persaingan lebih tinggi sehingga jika kita tidak mempertinggi kualitas diri maka akan terkalahkan oleh bangsa lain. Inilah yang ditakuti oleh semua bangsa dalam perkembangan zaman, untuk menghadapinya maka kita harus Mewujudkan Pendidikan Berkarakter.

ISI ESSAY

Dengan Berpedoman pada UU No.20 Tahun 2003 yang oleh penulis susun tiga pikiran utamanya yaitu (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Pedagog asal Jerman, FW Foester (1869 – 1966), dia mencetuskan pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis spiritual. Tujuan pendidikan bagi Foester adalah pembentukan karakter. Karakter adalah sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter jadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah kualitas pribadi diukur. Dengan penjelasan tadi, maka dapat kita simpulkan bahwa “Pendidikan menjadi pembentukan dan perkembangan karakter”. Kemudian apa yang kurang dari pendidikan di Indonesia? Penulis akan menjawab pertanyaan itu dengan point masalah yang akan penulis kembangkan, yaitu Pendidikan di Indonesia menjadikan manusia sebagai komponen pendukung dan sistem pendidikan antara SMA dan SMK yang tidak merata.

Masalah yang pertama yaitu Pendidikan di Indonesia menjadikan manusia sebagai komponen pendukung. Maksudnya pendidikan di Indonesia saat ini kebanyakan berjalan dengan menjadikan masyarakatnya hanya menjadi komponen pelengkap dalam kemajuan dunia. Banyak diantara kita yang tidak mempunyai motivasi lebih untuk menjadi komponen penggerak atau pelopor dalam perkembangan dan kemajuan bangsa diantara banyak bidang yang berkembang. Penyebabnya karena pendidikan kita berjalan dengan tidak seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dengan belajar yang merasa (afektif). Kemudian akan terjadi disintegrasi, karena belajar tidak hanya berpikir tetapi dalam belajar seseorang akan melakukan kegiatan lain seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, mengkritisi dan sebagainya. Jika belajar tidak seimbang dampaknya lembaga pendidikan akan menghasilkan “manusia robot” dengan kualitas tertentu sesuai tuntutan pasar, dan kenyataan ini justru disambut dengan antusias oleh banyak pihak terutama lembaga pendidikan. Ini bukanlah hakikat manusia yang sebenarnya sebagai makhluk hidup paling mulia di muka bumi ini. Lembaga pendidikan seharusnya mewujudkan tujuan dari pendidikan, yaitu pembentukan karakter. Dengan tujuan penulis membuat essai ini untuk memberi pesan dari penulis agar point mewujudkan pendidikan berkarakter tersampaikan, penulis memberikan solusi agar dalam pendidikan di Indonesia menerapkan wajib organisasi atau ekstrakulikuler untuk menyeimbangkan proses pendidikan antara belajar yang berpikir (kognitif) dengan belajar yang merasa (afektif). Dengan mengikuti kegiatan-kegiatan sekolah, siswa akan dilatih dan dididik soft skill, diberikan motivasi lebih, kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis dan nantinya akan lebih siap untuk menghadapi kehidupan nyata setelah lulus sekolah. Ini semua sudah dibuktikan oleh orang-orang sukses yang ternyata tidak terlepas dari organisasi dan ekstrakulikuler pada masa proses pendidikannya. Kemudian tuntutan dunia kerja pada abad ini yang diminta adalah kemampuan untuk bekerja sama, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan untuk mengarahkan diri, berpikir kritis, menguasai teknologi serta mampu berkomunikasi dengan efektif. Tentunya ini sangat berbanding lurus dengan yang akan siswa dapatkan ketika mengikuti organisasi atau ekstrakulikuler. Maka sudah tidak diragukan lagi bahwa wajib organisasi atau ekstrakulikuler adalah solusi yang tepat untuk menjadikan masyarakat kita sebagai masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.

Selanjutnya masalah sistem pendidikan, penulis akan lebih berfokus pada pemerataan sistem pendidikan antara SMA dan SMK agar tujuan penulis dapat terlaksana dan efektif. Visi SMK adalah menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja yang terampil, produktif untuk dapat mengisi lowongan kerja yang ada dan mampu menciptakan lapangan kerja. Sedangkan Visi SMA adalah meningkatkan pengetahuan siswa untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi yaitu bersaing mendapatkan perguruan tinggi favorit. Sehingga dari visi tersebut pasti akan mempengaruhi cara sekolah mendidik siswanya. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, Pendidikan diharapkan dapat mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk kemajuan dirinya juga bangsa dan negara. Maka Pemerintah sudah seharusnya menyusun sistem pendidikan yang membuat semua peserta didik dapat dengan mudah mengembangkan potensi dirinya. Siswa SMA dan SMK diberikan materi yang timpang tetapi test dan materi di perguruan tinggi lebih mengacu pada materi SMA, kendati siswa SMK mempunyai kelebihan dalam bidang jurusannya tetapi siswa SMK akan lebih kesulitan dalam mengimbangi materi di perguruan tinggi dan secara tidak langsung pemerintah sudah memberatkan peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya dengan melanjutkan belajar di perguruan tinggi. Penulis mencontohkan dengan materi Fisika yang dipelajari SMA selama 6 semester, tetapi di SMK hanya 2 semester saja. Tentunya ketimpangan ini sangat jauh. Apalagi ditambah dengan persoalan SMK yang tidak semua sekolah dapat memenuhi kebutuhan jurusannya seperti kebutuhan praktek dan guru yang kompeten di bidangnya. Ini menuntut siswa SMK untuk mengembangkan potensi dirinya dengan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Ini juga sejalan dengan program pemerintah dengan diberlakukannya UKT (Uang Kuliah Tunggal) dengan harapan memperingan beban semua peserta didik untuk dapat melanjutkan kuliah khususnya di PTN.

Dengan persoalan yang telah penulis jelaskan tentang pemerataan sistem pendidikan, penulis mempunyai solusi agar pemerintah meratakan materi yang diberikan kepada SMK dan SMA agar mempunyai kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Seperti halnya MA yang berfokus pada keagamaan tetapi tetap menyesuaikan pelajaran umumnya, jadi jika SMA memiliki mata pelajaran yang detail dan ekstrakulikuler yang banyak maka SMK memiliki mata pelajaran yang detail dan jurusan yang banyak pula. Inilah pemerataan sistem pendidikan. Hasilnya ketika siswa SMK melanjutkan ke perguruan tinggi, mereka pun tidak akan mengalami kesulitan untuk mengimbangi pelajaran yang didapatkan di perguruan tinggi, bahkan dapat bersaing dengan siswa SMA yang mana lebih difokuskan untuk kuliah.

Maka dari itu, penulis mengharapkan dengan dilaksanakannya wajib organisasi atau ekstrakulikuler dibarengi dengan dilaksanakannya pemerataan sistem pendidikan antara SMA dan SMK, dapat mewujudkan generasi Indonesia emas serta berkarakter dari sekarang dan tahun - tahun selanjutnya, mari Mewujudkan Pendidikan Berkarakter.

LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
-          UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Cerita di Surakarta



            Perkenalkan nama saya Fauzan Nu’man dan saya adalah seorang remaja yang tumbuh di kota kecil Garut. Saya akan menceritakan tentang pengalaman saya selama di Surakarta, yang merupakan salah satu kota yang ingin saya kunjungi.

Surakarta adalah sebuah kota madya yang sering disebut dengan nama Solo atau Sala, yang merupakan wilayah otonom dengan status kota dibawah Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kota Surakarta memiliki penduduk 503.421 jiwa (2010) dan kepadatannya 13.636/km2. Kota dengan luas 44 km2 ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Bersama dengan Yogyakarta, Surakarta merupakan pewaris Kesultanan Mataram yang dipecah melalui Perjanjian Giyanti, pada tahun 1755. Itu sekilas tentang Kota Surakarta yang mempunyai semboyan Mulat Sarira Angrasa Wani yang berarti “Introspeksi diri, merasa berani”.

            Entah apa yang membuat Kota Surakarta ini menjadi salah satu dari beberapa kota di Indonesia yang ingin saya kunjungi. Apalagi setelah dipimpin Jokowi, Kota Surakarta menjadi lebih terkenal. Ada satu pertanyaan tentang Kota Surakarta yang belum mendapatkan jawaban yang memuaskan, yaitu apa perbedaan antara Surakarta dengan Solo? Menurut penduduk disana, Surakarta itu adalah nama yang resmi dari pemerintah dan Solo adalah nama lain dari Surakarta. Ada juga yang berpendapat bahwa Solo adalah sebutan Kota nya dan Surakarta adalah nama keratin yang berada disana. Tapi sampai saat ini saya belum mendapatkan jawaban yang pasti tentang itu. Solo itu nama yang pertama saya kenal, dan mimpi untuk berkunjung ke Solo baru dapat terwujud setelah saya mendapatkan juara 3 Lomba Essay Nasional BioFest Himabio UNS Surakarta. Itu terjadi ketika saya duduk dibangku kelas XII.

            Perjuangan untuk dapat mewujudkan itu tidaklah mudah. Saya baru mengetahui bakat saya membuat essay ketika saya berada di kelas XII. Ini sangatlah telat karena tidak lama lagi saya meninggalkan bangku SLTA. Tapi, menurut pepatah “untuk sukses tidak ada kata terlambat”. Essay yang saya buat pertama kali adalah essay untuk mengikuti Parlemen Remaja UI yang pada waktu itu saya sedang melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Bandung. Disana saya tidak lolos, tetapi ada yang memberikan draft hasil penilaian yang ternyata saya berada di peringkat 7 se-Jawa Barat dan yang membuat saya tidak lolos itu dari penilaian CV yang kecil karena penilaian hasil essay saya ternyata besar. Disanalah saya menjadi percaya diri sehingga saya lolos seleksi Jambore Pelajar Teladan Bangsa, Mendapatkan juara 3 lomba Essay Nasional BioFest Himabio UNS. Alhamdulillah...

            Balik lagi ke cerita. Saat itu, ketika saya mendapatkan pengumuman dari panitia Lomba Essay, saya sangat senang sekali. Karena yang terpikirkan itu soal berangkat ke Solo. Hhaha... hadiahnya juga sih, kebetulan juga waktu itu saya baru menjual Double Pedal sehingga saya mempunyai uang untuk persiapan pergi kesana. Saya pun langsung memberitahu ke pihak sekolah dan sekolah pun mendukung dengan akan mengganti semua biaya yang dikeluarkan ketika pergi kesana.

Tanggal 25 November 2015, adalah tanggal dimana saya berangkat ke Solo dengan ayah. Dari pihak sekolah tidak bisa mendampingi sehingga ayah sayalah yang pergi mendampingi saya ke Solo. Ini hadiah yang kedua untuk keluarga saya, karena saya dapat mengajak ayah saya ke Solo. Hari sabtu siang, kami berangkat dulu ke Tasikmalaya, karena di Garut belum ada bis yang tujuannya langsung ke Solo. Di Tasikmalaya kami langsung menuju pool dari salah satu bis terkenal yang pemiliknya asli orang Tasikmalaya. Di perjalanan pun banyak pelajaran – pelajaran yang sebelumnya belum kami ketahui. Kami bertemu dengan orang Jakarta, mengobrol tentang Tasikmalaya, tentang Bus yang kami tumpangi dll. Kami membeli tiket bus Tasik – Solo seharga Rp. 110.000,- yang berangkat pukul 18.00 atau pas maghrib. Kami menunggu beberapa jam sambil mengobrol dengan orang jakarta yang akan pulang ke daerahnya. Kami asik mengobrol sampai waktu pemberangkatan pun tiba. Saya dan ayah saya pergi turun dan bergegas naik bis jurusan Tasik – Solo. Ini mungkin pengalaman saya yang pertama bisa mengajak ayah pergi ke luar kota karena prestasi yang saya dapatkan.

Waktu menunjukkan pukul 18.00 dan bis pun berangkat. Dengan mengucapkan basmallah semoga diberi kelancaran dan keselamatan sampai pulang kembali ke Garut. Teringat teman – teman pengurus IPO Garut yang sekarang sedang persiapan melaksanakan Festival Pelajar Kab. Garut. Saya mengorbankan acara Festival Pelajar demi impian saya yang dari SMP ini pergi berkunjung ke Solo sekaligus menerima penyerahan piala lomba essay. Padahal saya juga di IPO Garut sebagai Ketua Umum dan akan memberikan sambutan. Tetapi saya buat solusi lain yaitu dengan membuat Pidato Perwakilan Ketua Umum yang diwakili oleh Wakil Ketua 1 IPO Garut, yaitu kang Yasin. BTW IPO Garut itu adalah singkatan dari Ikatan Pengurus OSIS Garut yang mana menjadi wadah bagi para pengurus OSIS untuk mengembangkan, memotivasi, memfasilitasi, membantu dan mengusahakan supaya pelajar Garut menjadi pelajar yang terbaik dan berkualitas. Balik lagi ke cerita guys, Perjalanan menggunakan bis dari Tasik menuju Solo itu ditempuh kurang lebih selama 10 Jam. Selama 10 jam itu saya lebih banyak melihat keindahan malam hari kabupaten/ kota yang terlewat oleh bis. Dari Tasik bis menuju Ciamis, kemudian Kota Banjar, setelah itu bis memasuki wilayah Jawa Tengah yaitu masuk wilayah Cilacap kemudian Kebumen. di daerah ini penumpang bis hampir semua tidur hingga kita gak terasa sudah sampai di Yogyakarta.

Yogyakarta, salah satu kota yang ingin saya kunjungi. Selain dari candi yang ada disana, tetapi juga adat budaya keraton yang ingin saya lihat. Ini merupakan budaya kita, salah satu dari sekian banyak budaya yang kita miliki. Setelah yogyakarta, bis kami mulai memasuki wilayah Solo. Kami pun sampai di Terminal Tirtonadi dengan selamat pada pukul 4 pagi. Setibanya disana, ternyata daerahnya agak panas. Meski panas, yang saya kagumi yaitu Terminal Tirtonadi itu seperti bandara. Bersih, rapi dan ber-AC pula. Bahkan saya melihat penumpang yang menggunakan colokan listrik untuk mencharge handphonenya sambil tidur – tiduran di lantai. Penduduk disana pun ramah – ramah. Mereka menawari jasa ojeg, taksi ataupun becak dengan sopan dan tidak ada paksaan, bahkan jika ingin naik jasa yang lain, kita diberitahu lokasinya. Setelah istirahat beberapa menit, kami pun menanyakan lokasi UNS kepada tukang becak, ojeg dan petugas di terminal. Ada seorang tukang becak yang sudah paruh baya menawari jasanya kepada kami. Kami agak kasihan melihatnya karena takut tidak kuat membawa kami ke kampus UNS. Setelah bertanya – tanya pada yang lain, kami pun akhirnya memakai becak bapak – bapak yang tadi. Bapak itu memberikan tarif Rp. 40.000 ,- berdua untuk sampai ke kampus UNS. Kami pun berangkat, dan melihat becaknya ternyata unik seperti becak dari China dan atasnya membundar. Kami naik becak bapak tadi sambil melihat – lihat indahnya Kota Solo di pagi hari. Sampai pada jalan yang menanjak, bapak tukang becak memohon untuk turun dulu sebentar. Saya pun turun sambil membantu bapak tukang becak mendorong becaknya. Setelah tanjakan selesai saya pun naik kembali dan tidak lama sampai di gerbang depan kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kami membayar lebih bapak becak tadi karena kebaikannya dalam melayani penumpang. Meski tidak banyak tetapi cukuplah untuk menambah penghasilan.

Setelah sampai di gerbang depan kampus UNS, kami melihat – lihat dan berfoto untuk dokumentasi dan eksis juga hhehe.. Kami pun masuk ke dalam kampus, dan ternyata disana setiap hari minggu selalu ada acara – acara olahraga warga sekitar seperti senam, lari pagi, acoustican dan banyak juga yang berjualan. Tidak hanya itu, mata kami tertarik oleh para anggota MenWa UNS yang baru datang untuk mengikuti latihan. Kebetulan waktu itu, Handphone kami sudah kritis baterai, sehingga kami pun mencoba bertanya ke para anggota MenWa dimana tempat untuk mencharger. Mereka berpakaian seperti halnya tentara lengkap dengan baret merahnya. Mereka berpostur tegap dan berucap tegas baik perempuan dan laki - laki. Mereka pun menunjukkan ke salah satu tempat yang tersedia colokan listrik serta meja dari beton. Kami mencharger HP kami disana sambil beristirahat dan sarapan dengan telur rebus serta makanan lain yang sudah disiapkan. Ternyata sebagian makanan ada yang telah basi dan terpaksa kami buang. Setelah mencharger HP dan beristirahat, saya langsung menghubungi pihak panitia. Mungkin panitia gak enak dengan kami yang jauh – jauh dari garut mengambil piala dan hadiah ke Solo. Tapi selain itu, kami pergi ke Solo untuk berkunjung ke Kota yang saya impikan untuk dikunjungi ketika SMP ini.

Panita memberi balasan kalau acaranya dilaksanakan pukul 4 Sore di Gor Stadion Manahan Solo. Kami agak kaget mengetahuinya, karena kami kemungkinan pukul 4 sore itu pulang kembali. Kami menanyakan ke mahasiswa UNS lokasi Gor Stadion Manahan Solo. Ternyata jauh, kami pun memberitahukannya ke panitia kalau kami ingin bisa terbawa sekarang hadiah dari lomba ini untuk diberikan ke sekolah pada Upacara hari senin. Panitia pun menolak dan memberi pilihan jika mau kebawa hadiahnya harus mengikuti dulu acara atau tunggu setelah acara penyerahan piala selesai. Kami pun terpaksa harus mengikuti acara yang dilaksanakan pukul 4 sore itu. Panitia pun ternyata berusaha mencari solusi yaitu mereka bersedia menjemput kami ke kampus untuk pergi ke Gor Stadion Manahan Solo. Kami pun jalan – jalan mengitari kampus UNS sampai pukul 12 siang pihak panitia memberitahukan mau menjemput kami. Kami pun kembali ke gerbang utama UNS. Sambil menunggu, kami mencoba baso solo yang asli dari orang Solo. Ketika mereka tahu kalau kami dari Garut, mereka terheran – heran dan melihat kami seperti artis hhaha.. Agak langka mungkin. Tidak lama, panitia pun datang dengan membawa 3 motor yang dipakai masing – masing 1 orang. Awalnya kami bingung maksud dari panitia, tapi ternyata kami diberikan 1 motor untuk dipake memesan tiket kereta api di Stasiun Balapan. Ternyata tiket habis, kami pun langsung ke Terminal Tirtonadi dan ternyata tiket bus yang kami tumpangi sebelumnya jadwal keberangkatan terakhirnya itu pukul 5 sore. Kami pun tidak jadi membeli dan memilih mengikuti dulu acara. Ternyata benar lokasi Gor Stadion Manahan itu lumayan jauh. Kami sampai disana pukul 3 sore dan para panitia serta peserta sedang check sound. Kami disambut baik pihak panitia. Kami ditempatkan di ruangan khusus untuk peserta. Datang dari pihak panitia dari seksi acara Essay sampai ketua pelaksananya. Kami berbincang – bincang tentang Solo, tentang latar belakang panitia dan juga tentang acara. Satu hal yang saya tidak ketahui sebelumnya, yaitu lomba Essay ini ternyata pesertanya itu Siswa – siswi SLTA dan para Mahasiswa. Panitia memberitahukan kalau juara 1 Essay yaitu mahasiswa ITS Surabaya, kemudian juara 2 Essay dari Mahasiswa UNS yang baru lulus, dan yang ketiga saya sebagai siswa SMK di Garut.

Meski yang kami ekspektasikan disana tidak sesuai harapan tapi ada motivasi besar untuk saya khususnya yang dapat bersaing dengan mahasiswa dan pelajar lain se-Nasional. Kami menunggu acara dimulai dengan mengobrol dengan orang – orang sana. Kami mengobrol tentang Solo, tentang Stadion sampai pemilihan presiden yang mana Jokowi berawal dari walikota Solo. Waktu menunjukkan pukul 6 sore dan kami shalat serta makan. Acara sudah dimualai, panitia mencari saya dan ayah saya agar bergegas masuk lokasi acara. Ketika masuk saya salut dengan kegiatannya yang menyediakan Panggung yang cukup besar, Sound System bahkan band dari luar kota. Tapi sayangnya mungkin karena tiket masuk yang agak mahal dan informasi acara yang kurang menyebar sehingga penonton yang hadir tidak sampai memenuhi setengah Gor Stadion Manahan. Kami masuk gedung dan ditunjukkan kursi untuk peserta yang menang. Ada beberapa orang yang duduk di wilayah tempat duduk kami. Acara penyerahan pun tiba. Saya disuruh siap – siap dibelakang panggung dan saya pun dipanggil dan naik panggung. Baru kali ini rasanya mendapatkan piala di tanah luar Jawa Barat. Saya menerima piala dan hadiah dan kembali ke tempat duduk.

Alhamdulillah piala sudah dipegang dan dari pihak panitia mengisyaratkan mau mengantar ke Terminal Tirtonadi. Beberapa saat, kami disuruh turun dan bergegas pergi ke Terminal Tirtonadi. Ternyata diluar hujan deras, tetapi panitia telah menyiapkan jas hujan untuk kami. Kami pun berangkat ke Terminal Tirtonadi. Ternyata masih ada tiket bis menuju Tasik tapi bis yang kami tumpangi berbeda. Tak apalah asalkan sampai kembali pulang ke Garut. Itulah pengalaman ketika berkunjung ke Surakarta. Kami mendapatkan sambutan yang baik dari pihak panitia, warga Solo juga ramah kepada pendatang. Semoga tali silaturahmi kita tidak hanya sampai disini, tetapi semoga ini menjadi awal dari silaturahmi kita dan tetap berjalan terus. Jika mau berkunjung ke Garut, kami pun akan berusaha untuk memberikan sambutan yang terbaik.

Kisi - kisi SBMPTN terbaru


KISI - KISI SBMPTN semoga bermanfaat guys...