Letaknya disebuah kampung,dengan
nama kampung PULO Desa Cangkuang,
Kecamatan Leles Kabupaten Dati II Garut Jawa Barat.
Yang perlu diketahui
dilokasi Cagar Budaya Candi Cangkuang adalah :
I.
SEJARAH PENEMUAN CANDI CANGKUANG.
II.
MAKAM KUNO (MAKAM ARIF MUHAMMAD)
III.
KOMPLEK RUMAH ADAT KAMPUNG PULO
IV.
LARANGAN ADAT
I.SEJARAH PENEMUAN CANDI CANGKUANG
Candi Cangkuang,demikianlah nama candi ini yang diambil dari nama sebuah
desa dimana candi ini ditemukan,yaitu Desa Cangkuang.Nama Cangkuang pun menurut
cerita masyarakat setempat diambil dari nama sejenis tanaman yang banyak tumbuh
disekitar daerah ini yaitu pohon cangkuang.
Candi Cangkuang ditemukan kembali pada tanggal 9 Desember 1966.oleh salah
seorang ahli purbakala yang bernama DRS. UKA TJANDRASASMITA.Cara menemukannya
berdasarkan pada sebuah buku yang ditulis oleh seorang Belanda bernama
VORDERMAN pada tahun 1893.yaitu Notulen Bataviach Genoot Schap.
Dalam buku tersebut menyatakan,bahwa di Desa Cangkuang terdapat makam
kuno (Makam Arif Muhammad) dan sebuah patung/arca.
Jadi didalam bukunya Vorderman tidak menyebutkan bahwa di Cangkuang
adanya bangunan candi.Pada tahun 1967/1968 dilakukan penelitian dan penggalian
di di sekitar daerah ini oleh para ahli sejarah.karena menurut mereka
kemungkinan besar terdapat bangunan candi.
Juga pada waktu itu ada hal yang mencurigakan,yaitu banyaknya balokan
batu yang sudah berserakan oleh penduduk setempat dipergunakan nisan-nisan
kuburan.
Dari hasil penelitian dan penggalian waktu itu,ditemukanlah fondasi candi
yang berukuran 4,5 x 4,5 meter termasuk batu-batu lainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa keadaan bangunan candi waktu itu ditemukan
sudah berserakan.Dari IKIP Bandung pada waktu penelitian di daerah ini juga
ikut serta yang disponsori oleh sebuah CV di kecamatan Leles yaitu CV Haruman
dibawah pimpinan Idji Hatadji.
Setelah fondasi candi dan batu-batu lainnya ditemukan, maka dilakukanlah
pemugaran terhadap bangunan candi ini yang dilaksanakan oleh Proyek Pembinaan
Kepurbakalaan Dan Peninggalan Nasional Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan.Yaitu pada tahun 1974/1976.Cara Pemugarannya yaitu berpedoman pada
relief-relief dari tiap balokan batu yang akibat dari ketepatan waktu
penyusunan tersebut,maka pada dinding bangunan candi itu terdapat relief
berbentuk segi empat.Disini perlu diketahui bahwa batu asli yang bisa
dipergunakan kembali pada waktu pemugaran hanya kurang lebih 40%,Pada umumnya
batu-batunya sudah mengalami pelapukan.
Mengenai jenis batunya ; yaitu jenis batuan andesit.
Sejarah pendiri Candi Cangkuang sampai sekarang belum diketahui.karena
pertama tidak terdapatnya cerita masyarakat setempat dan kedua yang sangat
pokok sekali tidak ditemukannya prasasti.
Hanya para ahli sejarah baru memperkirakan,bahwa candi cangkuang ini di
dirikan pada abad ke VIII; dengan berpedoman kepada alasan-alasan sebagai
berikut:
1. Dilihat dari kelapukan batu.
2. Dilihat dari segi reliefnya.
Kemudian kalau dilihat dari segi patung yang ada,yaitu patung syiwa maka
candi cangkuang ini merupakan peninggalan agama Hindu abad VIII.Candi Cangkuang
ini selesai dipugar dan diresmikan pada 8 Desember 1976 oleh Menteri P dan K.
RI. Yaitu Prof. Dr. Syarif Thayeb.
II. MAKAM KUNO (MAKAM ARIF MUHAMMAD)
Letaknya sebelah selatan bangunan Candi Cangkuang.
Menurut cerita masyarakat setempat juga yang dikuatkan oleh sebuah buku
kuno yang terdapat di Kecamatan Karangpawitan Garut.
Didalam buku tersebut disebutkan, bahwa Arif Muhammad adalah salah
seorang tokoh penyebar Agama Islam di Desa Cangkuang dan sekitarnya,yang pada
mulanya Arif Muhammad itu merupakan salah seorang utusan dari Mataram yang
mendapat tugas dari Sultan Agung untuk menyerang tentara VOC di Batavia di
bawah pimpinan Jp. Coen pada permulaan abad ke XVII.Serangannya gagal.yang
akhirnya singgah di Cangkuang sambil menyebarkan agama islam;sebagai buktinya
yaitu ditemukannya kitab-kitab dari masyarakat sekitar daerah ini yaitu Kampung
Pulo.
Adapun jenis kitab-kitabnya : Al-Qur’an,Fiqih,Tauhid dan Khutbah Jum’at.
III. KOMPLEK RUMAH ADAT
Letaknya disebelah barat bangunan Candi Cangkuang,dengan nama Kampung
Pulo.
Jumlah rumah dan kepala keluarga di daerah ini,tidak boleh lebih atau
kurang dari 6 (enam) kecuali ditambah satu Mesjid.Hal ini melambangkan bahwa
Arif Muhammad mempunyai keturunan enam wanita yang dilambangkan pada rumah dan
satu laki-laki dilambangkan pada Mesjid.
Bilamana dari salah satu kepala keluarga didaerah ini meninggal,maka yang
berhak menggantinya yaitu anak perempuan.
Juga disini perlu diketahui,apabila dari salah satu keluarga mempunyai
anak yang sudah dewasa lalu dikawinkan,maka dua minggu setelah perkawinan itu
anak tersebut harus pindah dari Kampung Pulo.
Dan bila orang tuanya meninggal,anak tersebut berhak masuk kembali untuk
menetap di kampung ini dengan catatan yang berhak itu anak perempuan.
Mata pencaharian masyarakat di Kampung Pulo,adalah dari pertanian,baik
disawah maupun diladang.Tetapi setelah didaerah ini dijadikan objek wisata,mata
pencaharian disini bertambah dengan jalan berjualan makanan,cinderamata dan
sarana angkutan di situ Cangkuang dengan menggunakan rakit/getek.
IV. LARANGAN ADAT
Didaerah Pulo terdapat beberapa larangan adat,baik yang harus dipatuhi
oleh pengunjung maupun penduduk setempat :
1. Hari Rabu merupakan larangan
bagi siapa saja yang melakukan ziarah kemakam-makam keramat Cangkuang,sebagai
contoh kemakam Arif Muhammad.Adapun alasannya sewaktu Arif Muhammad
mengembangkan agama Islam di Desa Cangkuang, Pada hari Rabu itu melarang
masyarakat sekitarnya melakukan kegiatan kerja lain seperti ke sawah,ke Ladang
dan sebagainya.kecuali mereka dikumpulkan di suatu tempat hanyalah untuk
mempelajari ajaran agama Islam. Dan sekarang oleh Juru Kunci Makam (Kunce)
dilarikan kepada kegiatan ziarah,dimana dalam satu minggu ada liburnya untuk
menerima tamu yang akan berziarah yaitu pada hari Rabu.
2. Jumlah rumah dan kepala
keluarga tidak boleh lebih atau kurang dari enam kecuali ditambah satu Mesjid
(Alasannya telah dikemukakan di atas).
3. Di Kampung Pulo tidak boleh
memelihara binatang ternak besar yang berkaki empat (seperti
Kambing,Kerbau,Sapi dll).
Alasannya
: - Menjaga kelestarian tanaman disekitarnya.
-Menghindarkan
kotoran-kotoran.
4. Bentuk atap rumah selamanya harus memanjang.
5. Tidak boleh memukul goong besar.
Alasan No.4) dan No.5). satu
kejadian,dimana pada waktu Arif Muhammad akan mengkhitan anak yang
laki-laki,sebelumnya diadakan pesta dahulu dengan anak yang akan dikhitan itu
diarak pakai tandu/jampana/rumah-rumahan beratap jure juga diikuti dengan
hiburan menggunakan goong besar.
Ketika acara tersebut sedang
berjalan,terjadilah musibah yang menimpa anak tadi yaitu dengan datangnya angin
besar sampai anak itu meninggal dengan kejadian tersebut.
Dengan adanya kejadian
tadi,maka leluhur disini berpesan kepada keturunan berikutnya,bahwa sejak
kejadian ini di Kampung Pulo tidak boleh membuat rumah beratap jure dan tidak
boleh mengadakan hiburan dengan menggunakan goong besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar